Jakarta, Seruu.com - Rencana kementerian pertanian (Kementan)
melakukan diversifikasi tanaman dari tanaman tembakau dengan tanaman
lain mendapat tanggapan sekretaris Pusat Studi Kretek Indonesia
(Puskindo) Zamhuri.
Menurutnya Menteri Pertanian tidak bisa
memberikan jaminan ke petani tembakau bahwa produksi sistem pertanian
holtikultura yang digagas bisa bersaing dengan produk impor dan lebih
menguntungkan.
“Apakah sudah ada bukti konkrit para petani
tembakau bisa menjadi lebih sejahtera, jaminan pasar, dan proteksi dari
persaingan produk impor jika diganti holtikultura?” tanyanya saat
dihubungi Seruu.com, Jumat (18/01/2013).
Ia menjelaskan petani
tentu yang paling tahu dan berhak menentukan mana tanaman yang akan
ditanam, cocok dengan iklim dan lingkungan, dan menguntungkan secara
ekonomis. Petani tidak mungkin menanam tembakau kalau tidak
menguntungkan.
“Petani itu sudah cerdas, apalagi memiliki
pengalaman puluhan tahun, tidak mungkin petani tanam tembakau kalau
tidak menguntungkan,” tegasnya.
Zamhuri melanjutkan, pilihan
petani menanam tembakau mendapatkan perlindungan UU No 12 tahun 1972,
Pasal 6 menyebutkan petani memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan
jenis tanaman dan pembudidayannya.
“Jadi pemerintah tidak bisa memaksakan kehendak kepada petani untuk mengganti tanaman tembakau ke jenis tanaman lain,” jelasnya.
Jika
sekarang ini banyak komsumsi impor tembakau, mestinya Mentan
mengupayakan penghentian impor, bukan malah mengajak petani tembakau
beralih ke tanaman lain. Kebijakan ini jelas tidak memiliki keberpihakan
kepada para petani tembakau. Semestinya Mentan melestarikan jenis
tanaman tembakau karena telah menjadi salah satu tanaman yang mampu
mensejahterakan para petani.
“Mentan itu berpihak dan memberi pelayanan kepada siapa kalau tidak kepada petani?” tanyanya.
Dalam
pemberitaan media sebelumnya dinyatakan Mentan sudah bertahun-tahun
mempersiapkan petani agar bisa beradaptasi ketika PP tembakau
diimplementasikan.
Menurut Suswono tembakau dianggap tidak lagi
memiliki prospek yang cerah sehingga petani diharap bisa mengantisipasi
dengan tumpang sari atau berganti tanaman. Selain itu menurutnya dengan
gencarnya langkah pengendalian tembakau, maka petani sudah diingatkan
sejak jauh-jauh hari untuk mengantisipasi penurunan konsumsi tembakau.
"Faktor
perubahan iklim sangat mempengaruhi pertanian tembakau, dan kami sudah
mengadakan penyuluhan kepada petani bahwa ada kemungkinan konsumsi
tembakau akan terus turun, maka mulailah diversifikasi dan ganti
komoditi," ungkap Suswono.
Menanggapi pernyataan Suswono, Zamhuri
mempertanyakan, apakah tanaman holtikultura, jika sukses mengganti
tembakau, bisa menggantikan hilangnya aset sosial, ekonomi, tenaga
kerja, dan budaya yang telah terbentuk oleh industri hasil tembakau
(IHT).
Selain itu apakah Mentan bisa memberi jaminan
kesejahteraan para petani tembakau dan stakeholders IHT, jika tembakau
telah diganti holtikultura. Tidak hanya itu, ia juga mempertanyakan
apakah pihak Kementan sudah melakukan riset teknologi budidaya pertanian
yang bisa meminimalisasi dampak perubahan iklim? Apakah Kementan
memberi informasi cuaca yang tepat kepada petani? Mengingat informasi
cuaca sangat dibutuhkan tidak hanya untuk petani tembakau, tetapi juga
untuk menyesuaikan jenis tanaman yang cocok ditanam.
Petani Sokoguru RevolusiBudayawan
Mohammad Sobary mengatakan di zaman pergolakan revolusi kemerdekaan,
Bung Karno menyebut petani sebagai sokoguru revolusi. Pidato-pidato Bung
Karno yang bersemangat, jauh sesudah negeri kita merdeka, pun masih
tetap menyebut besarnya peranan kaum tani di dalam revolusi kemerdekaan
kita.
“Petani merupakan kekeuatan penyangga jalannya revolusi
karena dukungan petani terhadap kaum pergerakan sangat besar. Desa-desa
kita pernah menjadi “gudang” persediaan pangan bagi tentara revolusioner
yang terdesak ke kampung-kampung dan tak semapt menyiapkan perbekalan
yang dierlukan untuk bertahan dalam waktu yang tak diketahui berapa
lama,” paparnya.
Jalinan petani dan industri, lanjut ia membuat
petani tak sepenuhnya mati di dalam masyarakat berbasis industri karena
dunia industri memerlukan petani untuk menjadi pemasok bahan baku.
Relasi-relasi fungsional petani tembakau-pabrik keretek kita
memperlihatkan bahwa fungsi petani masih sangat penting di dalam
masyarakat industri.
“Industri keretek tanpa petani tak mungkin
berproduksi. Tapi apa arti petani secara ekonomi dan kebudayaan bila
pabrik tak ada? Mereka yang “mengecilkan” arti petani akan terkejut
karena petani tak bisa dikecilkan,” tegasnya.
Dalam banyak kajian
ilmiah diperlihatkan bagaimana pada akhirnya petani, yang diam, sabar,
dan tabah menghadapi tekanan berbagai kebijakan pemerintah, salah
satunya PP Tembakau, akhirnya bangkit sebagai kekuatan mengejutkan.
Kebijakan-kebijakan mengatur apa yang mereka sebut “dampak produk
tembakau” yang kelihatannya begitu klinis, semata-mata berurusan dengan
pabrik keretek.
“Petani paham sepaham-pahamnya bahwa hidup mereka terancam. Kebijakan itu (PP 109/2012) juga tertuju kepada mereka,” ungkapnya.
Tokoh-tokoh
yang membela kepentingan pemerintah untuk membuat regulasi pesanan
kepentingan bangsa asing, pura-pura tak tahu bahwa langkah yang mereka
bela itu pada hakikatnya mengancam kehidupan petani tembakau.
Menurut
Kang Sob, menipu diri untuk pura-pura tidak tahu bahwa mereka membela
kepentingan bangsa asing dan mengancam kehidupan bangsa sendiri, ini
pertama-tama akan menjadi perkara politik yang tak sehat. Dan kemudian
akan tumbuh sebagai gejala psikologi yang memalukan.
Selebihnya,
jika kehidupan petani tembakau ditekan dan terus-menerus diancam oleh
pemerintah sendiri, petani akan bangkit dan menyatukan kekuatan seperti
pengalaman sejarah di masa lampau.
“Petani tembakau akan melawan
siapa saja. Juga pemerintah lokal, yang menyimpang dari kewajibannya
sebagai pemerintah, untuk menjalankan mandat konstitusi agar mereka tak
lupa bahwa petani itu sokoguru revolusi,” tukasnya.
Sumber :
Seruu.com