Mentan Dinilai Tidak Berpihak Petani Tembakau


RIMANEWS-Rencana kementerian pertanian (Kementan) melakukan diversifikasi tanaman dari tanaman tembakau dengan tanaman lain mendapat tanggapan sekretaris Pusat Studi Kretek Indonesia (Puskindo) Zamhuri. Menurutnya  Menteri Pertanian tidak bisa memberikan jaminan ke petani tembakau bahwa produksi sistem pertanian holtikultura yang digagas bisa bersaing dengan produk impor dan lebih menguntungkan.
 “Apakah sudah ada bukti konkrit para petani tembakau bisa menjadi lebih sejahtera, jaminan pasar, dan proteksi dari persaingan produk impor jika diganti holtikultura?” tanyanya.
Ia menjelaskan petani tentu yang paling tahu dan berhak menentukan mana tanaman yang akan ditanam, cocok dengan iklim dan lingkungan, dan menguntungkan secara ekonomis. Petani tidak mungkin menanam tembakau kalau tidak menguntungkan.  “Petani itu sudah cerdas, apalagi memiliki pengalaman puluhan tahun, tidak mungkin petani tanam tembakau kalau tidak menguntungkan,” tegasnya.
 Zamhuri melanjutkan, pilihan petani menanam tembakau mendapatkan perlindungan UU No 12 tahun 1972, Pasal 6 menyebutkan Petani memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan jenis tanaman dan pembudidayannya. “Jadi pemerintah tidak bisa memaksakan kehendak kepada petani untuk mengganti tanaman tembakau ke jenis tanaman lain,” jelasnya.
Jika sekarang ini banyak komsumsi impor tembakau, mestinya Mentan mengupayakan penghentian impor, bukan malah mengajak petani tembakau beralih ke tanaman lain. Kebijakan ini jelas tidak memiliki keberpihakan kepada para petani tembakau. Semestinya Mentan melestarikan jenis tanaman tembakau karena telah menjadi salah satu tanaman yang mampu mensejahterakan para petani.  “Mentan itu berpihak dan memberi pelayanan kepada siapa kalau tidak kepada petani?” tanyanya.
Dalam pemberitaan media sebelumnya dinyatakan Mentan sudah bertahun-tahun mempersiapkan petani  agar bisa beradaptasi ketika PP tembakau diimplementasikan. Menurut Suswono tembakau dianggap tidak lagi memiliki prospek yang cerah sehingga petani  diharap bisa mengantisipasi dengan tumpang sari atau berganti tanaman. Selain itu menurutnya dengan gencarnya langkah pengendalian tembakau,  maka petani sudah diingatkan sejak jauh-jauh hari untuk mengantisipasi  penurunan konsumsi tembakau."Faktor perubahan iklim sangat mempengaruhi pertanian tembakau, dan kami  sudah mengadakan penyuluhan kepada petani bahwa ada kemungkinan  konsumsi tembakau akan terus turun, maka mulailah diversifikasi dan ganti komoditi," ungkap Suswono.
Menanggapi pernyataan Suswono, Zamhuri mempertanyakan, apakah tanaman holtikultura --jika sukses mengganti tembakau-- bisa menggantikan hilangnya aset sosial, ekonomi, tenaga kerja, dan budaya yang telah terbentuk oleh industri hasil tembakau (IHT). Selain itu apakah Mentan bisa memberi jaminan kesejahteraan para petani tembakau dan stakeholders IHT, jika tembakau telah diganti holtikultura.
Selain itu, ia juga mempertanyakan apakah pihak Kementan sudah melakukan riset teknologi budidaya pertanian yang bisa meminimalisasi dampak perubahan iklim? Apakah Kementan memberi informasi cuaca yang tepat kepada petani? Mengingat informasi cuaca sangat dibutuhkan tidak hanya untuk petani tembakau, tetapi juga untuk menyesuaikan jenis tanaman yang cocok ditanam.

Petani Sokoguru Revolusi
Budayawan Mohammad Sobary mengatakan di zaman pergolakan revolusi kemerdekaan, Bung Karno menyebut petani sebagai sokoguru revolusi. Pidato-pidato Bung Karno yang bersemangat, jauh sesudah negeri kita merdeka, pun masih tetap menyebut besarnya peranan kaum tani di dalam revolusi kemerdekaan kita.
“Petani merupakan kekeuatan penyangga jalannya revolusi karena dukungan petani terhadap kaum pergerakan sangat besar. Desa-desa kita pernah menjadi “gudang” persediaan pangan bagi tentara revolusioner yang terdesak ke kampung-kampung dan tak semapt menyiapkan perbekalan yang dierlukan untuk bertahan dalam waktu yang tak diketahui berapa lama,” paparnya.
Jalinan petani – industri, lanjut ia membuat petani tak sepenuhnya mati di dalam masyarakat berbasis industri karena dunia industri memerlukan petani untuk menjadi pemasok bahan baku. Relasi-relasi fungsional petani tembakau-pabrik keretek kita memperlihatkan bahwa fungsi petani masih sangat penting di dalam masyarakat industri. “Industri keretek tanpa petani tak mungkin berproduksi. Tapi apa arti petani secara ekonomi dan kebudayaan bila pabrik tak ada? Mereka yang “mengecilkan” arti petani akan terkejut karena petani tak bisa dikecilkan,” tegasnya.
Dalam banyak kajian ilmiah diperlihatkan bagaimana pada akhirnya petani, yang diam, sabar, dan tabah menghadapi tekanan berbagai kebijakan pemerintah, salah satunya PP Tembakau, akhirnya bangkit sebagai kekuatan mengejutkan. Kebijakan-kebijakan mengatur apa yang mereka sebut “dampak produk tembakau” yang kelihatannya begitu klinis, semata-mata berurusan dengan pabrik keretek. “Petani paham sepaham-pahamnya bahwa hidup mereka terancam. Kebijakan itu (PP 109/2012) juga tertuju kepada mereka,” ungkapnya.
Tokoh-tokoh yang membela kepentingan pemerintah untuk membuat regulasi pesanan kepentingan bangsa asing, pura-pura tak tahu bahwa langkah yang mereka bela itu pada hakikatnya mengancam kehidupan petani tembakau.  Menurut Kang Sob, menipu diri untuk pura-pura tidak tahu bahwa mereka membela kepentingan bangsa asing dan mengancam kehidupan bangsa sendiri, ini pertama-tama akan menjadi perkara politik yang tak sehat. Dan kemudian akan tumbuh sebagai gejala psikologi yang memalukan. Selebihnya, jika kehidupan petani tembakau ditekan dan terus-menerus diancam oleh pemerintah sendiri, petani akan bangkit dan menyatukan kekuatan seperti pengalaman sejarah di masa lampau.
“Petani tembakau akan melawan siapa saja. Juga pemerintah lokal, yang menyimpang dari kewajibannya sebagai pemerintah, untuk menjalankan mandat konstitusi agar mereka tak lupa bahwa petani itu sokoguru revolusi,” tukasnya. ***

Sumber : Rimanews

0 komentar:

Posting Komentar

 
Didesain oleh Puskindo | Dipersembahkan untuk Sivitas Akademika - Universitas Muria Kudus